A. Identitas Novel :
Judul : Jagoan Cilik
Pengarang : Terbit Chairil
Penerbit : PT. ERA ADICITRA INTERMEDIA
Tahun Terbit : 2008
Tempat Terbit : Solo
Tebal Buku : 88 Halaman
B. Sinopsis Jagoan Cilik
Setelah bertahun – tahun
tinggal di kota, kini Hamid harus kembali ke desa kelahirannyayaitu di desa
Majasem.Dikota biasanya Hamid bermain PS(Play Station) kini di desa Hamid tak
bisa bermain PS.Tetapi di desa Hamid berteman dengan kawan – kawan yang sangat
kompak. Di sana Hamid melanjutkan sekolah di MI AL – Islam kelas 6. Hamid lebih senang karena banyak teman di desa dan
impian Hamid bisa bermain bola yang sesungguhnya tidak hanya bermain di PS. Ia
memiliki kawan – kawan yang bernama Rojab, Umar, dan Basiran.
Hari
minggu ini adalah hari Porseni. Hari ini yang bertanding adalah kesebelasan
Majasem VS kesebelasan Pancasan. Pertandingan ini sangat menentukan juara umum.
Suasana lapangan sepakbola sangat ramai di banjiri oleh penonton dan pedagang.
Kesebelasan Pancasan memiliki taktik yang kasar jika mereka ketinggalan gol.
Taktik ini terutama dilakukan oleh Sajidin, Arman, Andar, dan Karom. Pertandingan di mulai pukul 7 pagi tepat. Pertandingan
tersebut sangat seru tapi berbuntut rusuh. Akhirnya pertandingan dimenangkan
oleh kesebelasan Majasem dengan skor 2 : 0.
Karena
kesebelasan Pancasan tidak menerima kekalahan, esoknya mereka mengganggu empat
sekawan yang sedang mencari ikan bersama di kali Welingi. Saat mereka mencari
ikan mereka di lempari batu oleh Sajidin, Arman, Andar, dan Karom. Umar
menemukan mereka dan mereka turun. Anak Pancasan menantang duel dengan empat
sekawan. Akhirnya duel tersebut dilakukan oleh Sajidin dan Basiran. Duel
tersebut sangat sengit. Akhirnya mereka remi (kedudukan sama) karena mereka
jatuh ke sungai Welingi. Dan anak Pancasan mengaku kalah dan menjadi sahabat
dengan empat sekawan.
Pada pagi hari Kamis anak
Pancasan dan Majasem sedang menceritakan “Pohon Keramat (Trogojati)” yang beada
di daerah Sungai Welingi. Anak Pancasan menyatakan bahwa mereka sering memakan
sesajen yang diberikan oleh orang yang percaya bahwa pohon tersebut keramat.
Anak Pancasan tersebut meyakinkan pada empat sekawan bahwa kegiatan tersebut
tidak apa – apa. Kegiatan itu biasanya dilakukan pada malam Jum’at Kliwon. Empat
sekawan ingin mengikuti yang dilakukan anak Majasem. Pada malam hari mereka
melihat Kang Gomang sedang memberikan sesajen tapi Hamid merasa kasihan karena
Kang Gomang cari makan untuk keluarganya pun susah. Hamid ingin agar Kang
Gomang tidak memberikan sesajen lagi. Dan rencana tersebut berhasil. Dan Kang
Gomang pun sekarang sering shalat di mushala.
Suatu hari ada pasar malam
di lapangan. Empat sekawan berjalan-jalan ke pasar malam tersebut. Setelah
jalan – jalan Umar kehabisan uang padahal Umar ingin membelikan topeng untuk
adiknya. Rojab mengatakan topeng yang lebih baik buatannya. Hamid pun teringat
pelajaran seni saat membuat tugas. Rojab member usul agar membuat saja. Empat
sekawan membuat topeng bersama. Topeng yang dibuat tidak hanya satu tapi 10 –
15. Topi itu dijual di pasar malam dengan harga 2ribuan. Uang tersebut
digunakan untuk membeli iqra untuk mushala.
Setiap hari Basiran selalu
terlambat sekolah karena dirinya membantu neneknya mengantarkan tempe. Hamid
merasa kasihan sehingga ia ingin membantu bersama teman – teman lainnya. Tetapi
Basiran melarang untuk membatu di hari saat sekolah, tapi Basiran membolehkan
saat hari Minggu karena sekalian jalan – jalan. Pada hari Minggu Empat sekawan
mengantarkan tempe hingga habis. Setelah tempenya habis empat sekawan pergi ke
rumah Hamid. Karena Hamid ingin memberikan surprise kepada salah satu
temannya.Setelah sampai, Hamid memberikan sepeda kepada Basiran agar Basiran
tidak terlambat lagi.
Sekolah MI AL – Islam akan
mengadakan Ujian Nasional. Empat sekawan dan anak Pancasan belajar giat agar
mereka lulus. Saat ujian mereka mengerjakan soal tidak bekerja sama. Walau pada
pergaulan sehari – hari mereka selalu bekerja sama.
Setelah setahun Hamid
tinggal di desa Majasem, orang tuanya kembali mengantar Hamid pulang ke kota.
Esok harinya, pagi buta Hamid pergi ke rumah Sajidin di kampung Pancasan. Hamid
mengikuti Sajidin menggiring bebek ke sawah. Sajidin bingung pada perasaan
Hamid yang disembunyikan. Setelah menggiring bebek Hamid dan Sajidin makan
siang masakan mbok Sajidin. Sekelompok anak Majasem dan Pancasan menghampiri
Hamid dan Sajidin. Hamid akan pulang ke Jakarta lagi. Suasana menjadi
mengharukan ketika semuanya membantu untuk memasukkan barang ke mobil. Hamid
berjanji pada semuanyam jika ia libur panjang akan pulang ke desa Majasem dan
akan menemui teman – temannya.
Nama :
M.Refi Fauzi
No :
17
Kelas :
8F
Tidak ada komentar:
Posting Komentar