Kamis, 25 April 2013

JAGOAN CILIK


A.  Identitas Novel :
            Judul               : Jagoan Cilik
Pengarang        : Terbit Chairil
Penerbit           : PT. ERA ADICITRA INTERMEDIA
Tahun Terbit    : 2008
Tempat Terbit  : Solo
Tebal Buku      : 88 Halaman

B.   Sinopsis Jagoan Cilik

Setelah bertahun – tahun tinggal di kota, kini Hamid harus kembali ke desa kelahirannyayaitu di desa Majasem.Dikota biasanya Hamid bermain PS(Play Station) kini di desa Hamid tak bisa bermain PS.Tetapi di desa Hamid berteman dengan kawan – kawan yang sangat kompak. Di sana Hamid melanjutkan sekolah di MI AL – Islam kelas 6. Hamid lebih senang karena banyak teman di desa dan impian Hamid bisa bermain bola yang sesungguhnya tidak hanya bermain di PS. Ia memiliki kawan – kawan yang bernama Rojab, Umar, dan Basiran.

Hari minggu ini adalah hari Porseni. Hari ini yang bertanding adalah kesebelasan Majasem VS kesebelasan Pancasan. Pertandingan ini sangat menentukan juara umum. Suasana lapangan sepakbola sangat ramai di banjiri oleh penonton dan pedagang. Kesebelasan Pancasan memiliki taktik yang kasar jika mereka ketinggalan gol. Taktik ini terutama dilakukan oleh Sajidin, Arman, Andar, dan Karom.  Pertandingan di mulai pukul 7 pagi tepat. Pertandingan tersebut sangat seru tapi berbuntut rusuh. Akhirnya pertandingan dimenangkan oleh kesebelasan Majasem dengan skor 2 : 0.

Karena kesebelasan Pancasan tidak menerima kekalahan, esoknya mereka mengganggu empat sekawan yang sedang mencari ikan bersama di kali Welingi. Saat mereka mencari ikan mereka di lempari batu oleh Sajidin, Arman, Andar, dan Karom. Umar menemukan mereka dan mereka turun. Anak Pancasan menantang duel dengan empat sekawan. Akhirnya duel tersebut dilakukan oleh Sajidin dan Basiran. Duel tersebut sangat sengit. Akhirnya mereka remi (kedudukan sama) karena mereka jatuh ke sungai Welingi. Dan anak Pancasan mengaku kalah dan menjadi sahabat dengan empat sekawan.

Pada pagi hari Kamis anak Pancasan dan Majasem sedang menceritakan “Pohon Keramat (Trogojati)” yang beada di daerah Sungai Welingi. Anak Pancasan menyatakan bahwa mereka sering memakan sesajen yang diberikan oleh orang yang percaya bahwa pohon tersebut keramat. Anak Pancasan tersebut meyakinkan pada empat sekawan bahwa kegiatan tersebut tidak apa – apa. Kegiatan itu biasanya dilakukan pada malam Jum’at Kliwon. Empat sekawan ingin mengikuti yang dilakukan anak Majasem. Pada malam hari mereka melihat Kang Gomang sedang memberikan sesajen tapi Hamid merasa kasihan karena Kang Gomang cari makan untuk keluarganya pun susah. Hamid ingin agar Kang Gomang tidak memberikan sesajen lagi. Dan rencana tersebut berhasil. Dan Kang Gomang pun sekarang sering shalat di mushala.

Suatu hari ada pasar malam di lapangan. Empat sekawan berjalan-jalan ke pasar malam tersebut. Setelah jalan – jalan Umar kehabisan uang padahal Umar ingin membelikan topeng untuk adiknya. Rojab mengatakan topeng yang lebih baik buatannya. Hamid pun teringat pelajaran seni saat membuat tugas. Rojab member usul agar membuat saja. Empat sekawan membuat topeng bersama. Topeng yang dibuat tidak hanya satu tapi 10 – 15. Topi itu dijual di pasar malam dengan harga 2ribuan. Uang tersebut digunakan untuk membeli iqra untuk mushala.

Setiap hari Basiran selalu terlambat sekolah karena dirinya membantu neneknya mengantarkan tempe. Hamid merasa kasihan sehingga ia ingin membantu bersama teman – teman lainnya. Tetapi Basiran melarang untuk membatu di hari saat sekolah, tapi Basiran membolehkan saat hari Minggu karena sekalian jalan – jalan. Pada hari Minggu Empat sekawan mengantarkan tempe hingga habis. Setelah tempenya habis empat sekawan pergi ke rumah Hamid. Karena Hamid ingin memberikan surprise kepada salah satu temannya.Setelah sampai, Hamid memberikan sepeda kepada Basiran agar Basiran tidak terlambat lagi.

Sekolah MI AL – Islam akan mengadakan Ujian Nasional. Empat sekawan dan anak Pancasan belajar giat agar mereka lulus. Saat ujian mereka mengerjakan soal tidak bekerja sama. Walau pada pergaulan sehari – hari mereka selalu bekerja sama.

Setelah setahun Hamid tinggal di desa Majasem, orang tuanya kembali mengantar Hamid pulang ke kota. Esok harinya, pagi buta Hamid pergi ke rumah Sajidin di kampung Pancasan. Hamid mengikuti Sajidin menggiring bebek ke sawah. Sajidin bingung pada perasaan Hamid yang disembunyikan. Setelah menggiring bebek Hamid dan Sajidin makan siang masakan mbok Sajidin. Sekelompok anak Majasem dan Pancasan menghampiri Hamid dan Sajidin. Hamid akan pulang ke Jakarta lagi. Suasana menjadi mengharukan ketika semuanya membantu untuk memasukkan barang ke mobil. Hamid berjanji pada semuanyam jika ia libur panjang akan pulang ke desa Majasem dan akan menemui teman – temannya.


Nama  : M.Refi Fauzi
No       : 17
Kelas   : 8F



Tidak ada komentar:

Posting Komentar