Rabu, 11 April 2012

Hantu Sekolah

Nama      : Wilda /8G

“Lisa, ayo cepat..  nanti kita terlambat”, ketus Windi cemas. “iya sebentar lagi..”, ucap Lisa sambil membetulkan tali sepatunya. Hari ini SMP Nusa Bangsa mengadakan kegiatan persami yang wajib diikuti seluruh siswa kelas 8. Mereka begitu panik karena persami ini adalah kali pertamanya untuk kedua perempuan berambut panjang ini, karena merupakan siswa pindahan. Setelah semuanya siap mereka pun berangkat.
Baru satu minggu ini mereka pindah ke sekolah tua peninggalan jaman penjajahan itu. Bangunannya tua, gelap dan mistik. Semua siswa membicarakannya. Namun hanya mereka yang tetap tidak percaya tentang keberadaan  mahluk-mahluk astral yang biasa mereka dengar selama ini. “Lho, Lis.. kok kosong?”, ucap Lisa kaget setiba di sekolah. “Iya ya? Kamu tidak salah jadwal kan?”, ucap Windi gelisah. “ah iya, disini ditulis pukul 17.00”, gumam Lisa sambil membuka surat pemberitahuan sekolah. “yaaah, mau pulang atau menunggu di sini?”, tambah Lisa. “Mungkin sebaiknya kita tunggu disini saja”, jawab Windi sambil berjalan ke kelas mereka yang terletak di pojok sekolah, di dekat gudang sekolah, yaitu 8F. Mereka berjalan melewati koridor-koridor gelap yang senyap. Kali ini mereka merasa hawa dingin mulai menyergap. “Eh, Win, katanya d-di.. di sini ada.. penunggunya”, gumam Lisa merinding. “ya biarin aja,,”, jawab Windi dengan tenang. Namun sebenarnya Windi juga merasakan hal yang sama. Ia hanya berusaha . . .menutupi.

“Lis, bawa lampu senter tidak?”, tanya Windi memecah kesunyian. “aku bawa..” jawab perempuan berkacamata ini. “Win..aku..” ucap Lisa. “apa?” jawab Windi sambil mengeluarkan barang-barangnya dari ranselnya. “Aku pengen.. pipis..”, tambah Lisa.
Windi mengantar Lisa ke toilet, melewati UKS pengap yang pintunya tak pernah tertutup. Mereka berdua berjalan pelan dengan mimik takut. “Ku dengar, pintu ini tidak bisa menutup.. hiiih..” gerutu Lisa sambil menunjuk ke pintu UKS tadi. Beberapa langkah setelah melewati UKS, tiba-tiba terdengar suara bantingan pintu. Sontak mereka pun kaget. Mereka menoleh ke belakang, dan menemui bahwa pintu UKS kini tertutup. “Aaaaaaaaa....” teriak Windi dan Lisa bersamaan. Mereke berlari kencang ke kelas mereka. Dari luar kelas Windi melihat seorang wanita berambut panjang berjalan menuju pintu. Wanita itu menunduk dan terus menunduk sampai akhirnya mengangkat kepalanya. Tiba-tiba Windi jatuh terjerembab ke lantai dan...tak sadarkan diri. Lisa yang masih berlari di belakangnya kaget dan menghampiri Windi. “Win, kamu kenapa? Kamu kenapa?”

Beberapa siswa mengerumuni kami saat ini. Windi pun tersadar. “Win kamu kenapa? Kamu tidak apa-apa kan?”, tanya salah satu siswa yang mengerumuni. “Aku..aku..” Windi berhenti sebentar memikirkan kata-katanya. “Aku hanya pusing”, lanjutnya. “Lebih baik kamu pulang saja..”, ucap Lisa kasihan. “Ah, tidak usah. Nanti juga hilang sendiri..”, jawab Windi mengelak. Windi benar-benar kaget saat kejadian tadi. Ia mulai memikirkannya kembali. Ia melihat sepasang mata hitam menatapnya tajam. Dengan wajah pucat kering yang mengerikan.

Pukul 17.00 upacara pun dilaksanakan. Semua siswa berbaris dengan rapi. Di penghujung upacara, salah seorang DP (baca: Dewan Pramuka) menyampaikan kegiatan hari ini. “Mohon perhatiannya, persami kali ini akan dilaksanakan di sekolah saja berhubung cuaca yang tidak mendukung”. Semua siswa mengeluh tak setuju. “Tapi Jerit Malam akan kita laksanakan di Makam belakang sekolah” tambah si DP. “Makam? Makam yang mana? Aku tidak tahu disekitar sini ada makam..”, gumam Lisa polos pada Gisel. “KAMSEUPAY! (baca: Kampungan Sekali Udik Payah) mungkin malah makam itu yang membuat sekolah ini terkenal”, ucap Gisel sambil terkekeh, diikuti teman-teman lainnya. “Memangnya kenapa?” tanya Lisa penasaran. “Dulu, katanya ada perempuan bunuh diri di pohon beringin samping sekolah. Katanya dulu dia seorang pedagang di kantin, dan kemudian diancam oleh pedagang lain, dan menyebabkan ia bunuh diri” jelas Gisel. Windi yang sedari tadi diam di sebelah Lisa pun ikut bergidik. Ia kembali memikirkan sosok wanita yang tadi ia lihat. Dan mencoba menggambungkan kabar burung itu dengan sosok tadi.

“Salah satu dari kalian ikut saya!”, ucap kak Fardan, salah satu Dewan Pramuka pada regu Melati, yaitu regu Lisa dan Windi. “Kamu! Ayo ikut!”, ucap kak Fardan lagi sambil menarik tangan Windi. Ia membawanya ke sebuah tempat, yaitu di ruang karawitan di lantai 2. Ruangan itu gelap. Benar-benar gelap. Hanya remang-remang lilin yang menerangi. “Kamu kerjakan soal ini disini, kalau sudah selesai kamu bisa turun dan berikan lembar jawabnya pada saya” gumam kak Fardan. Windi tidak menjawab apa-apa. Hanya memandan tempat itu yang senyap dan. . . Dingin.

Satu menit. Dua menit. Lima menit. Windi masih mematung di pintu depan. Kak Fardan meninggalkannya sendirian. Dan sekarang Windi mulai masuk ke dalam dan duduk di sebuah meja berdebu untuk mengerjakan soal. Bulu kuduknya seketika berdiri saat merasakan hembusan nafas yang terasa beku di lehernya. Seketika itu pula leher Windi kaku dan menegang sampai tak bisa digerakkan. Jantungnya berdetak cepat sampai terdengar jelas di ruang senyap itu. “A’udzubillahiminasyaitonirrajim...” ucapnya pelan untuk menenangkan dirinya sendiri sambil memejamkan mata. Windi melanjutkan duduk di sebuah bangku reyot yang menimbulkan decitan jika diduduki. Tangannya gemetar hebat saat mengerjakan soal tersebut. Tiba-tiba salah satu gamelan berbunyi sendiri tanpa ada yang memainkannya. Itu membuat Windi semakin ketakutan, dan kali ini keringat dinginnya bercucuran.

Windi sudah tak tahan lagi dan memutuskan untuk keluar dari ruang itu secepatnya. Cepat-cepat ia berdiri dan bersiap untuk melangkah. Tiba-tiba saja lilin pemberian kak Fardan mendadak mati. Sekarang benar-benar gelap gulita. Windi semakin panik dan panik. Samar-samar ia melihat seberkas cahaya dari sudut ruangan. Semakin mendekat dan mendekat. Kini semakin jelas. Dan ternyata itu adalah sosok perempuan yang dilihatnya tadi. Seakan terikat, kakinya nyaris tak bisa digerakkan. Sebuah tangan dingin menyentuh pundaknya dan mencengkeram erat bahunya. Windi benar-benar tak bisa melakukan apa-apa. Untuk berbicara pun susah. Setelah semuanya tinggal harapan, tiba-tiba pintu terbuka, kak Fardan datang dengan lampu senternya. “Windi? Kamu kenapa? Hey, kamu kenapa?”, ucap kak Fardan kaget melihat mimik wajah Windi yang terlihat shock dengan kedua matanya yang membelalak dan badannya yang gemetar. “Kamu kenapa?”, ucapnya sekali lagi dan berjalan menghampirinya. Tak disangka, tiba-tiba Windi teriak-teriak tak karuan bak orang kesetanan.

“AAAAARGGGG!! AAAAAARGG!!” teriak Windi yang terlihat seperti kejang-kejang. Beberapa DP laki-laki pun datang untuk menenangkannya. Setelah sekuat tenaga, mereka berhasil membawa Windi turun. Windi masih saja berteriak tak karuan. Dia Kesurupan.
Waktu kini menunjukkan pukul 02.00 pagi. Seluruh aktivitas dihentikan. Semua siswa dilarang berkeliaran dan hanya boleh berada di ruang huni. Beberapa DP menjaga keamanan di sekitar ruang huni, dan lainnya berusaha menyadarkan Windi dengan dibantu Pak Mukhlis, seorang guru PAI di sekolah itu yang kebetulan juga merangkap menjadi pembina pramuka.

Pak Mukhlis mengambil segelas air dan mulai melantunkan ayat-ayat suci. Windi semakin mengejang dan mengejang. Kemudian pak Mukhlis menuangkan sedikit air tadi dan dibasuhkan ke wajah Windi. Teriakan Windi semakin menjadi. Namun lama kelamaan ia mulai lemas..lemas..dan kembali tak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian, Windi membuka matanya. Semuanya menghela nafas lega. “Pak.. saya..kenapa?” tanya Windi bingung. “tidak apa-apa, tadi kamu Cuma kecapekan.” Jawab pak Mukhlis menutupi.
******

Keesokan paginya, Windi bangun setelah semalam tidur di ruang guru bersama DP lainnya. Dia melihat kesekelilingnya. Semuanya wanita. Ya, wanita. Lagi-lagi Windi kembali dihantui oleh hantu wanita itu. Sosok itu kembali datang, di sudut ruang guru. Kedua mata hitamnya menatap lurus kearah Windi. Dan menampakkan jajaran gigi-giginya yang mengerikan. “Aaaaaaa..” Teriak Windi sambil menangis. Anehnya, tak ada satupun orang yang bangun. Windi hanya bisa terduduk sambil menangis. Sosok wanita itu mendekat dan mengulurkan tangannya pada Windi. Windi hanya bisa menangis dan memejamkan matanya karena seakan dikunci tubuhnya tidak dapat bergerak. Windi merasakan tangan kasar dan dingin menyentuh lengannya dengan kasar dan menariknya. Dan...
*****

Pagi itu aktivitas persami berjalan seperti biasa. Semuanya berjalan normal, sampai mereka semua tersadar bahwa Windi tak kunjung bangun dari tidurnya. “Win, bangun.. udah siang”, ucap kak Tia, Pratama gudep sekolah itu. “Win? Windi??”, ucapnya lagi sambil mengerak-gerakkan lengan Windi. Namun Windi tak kunjung bangun. Kak Tia memanggil semua DP yang bertugas. Mereka semua berusaha membangunkan Windi. Namun nihil. Tak ada hasilnya. Jiwa Windi telah pergi meninggalkan raganya bersama perginya sosok wanita itu.

Selama berminggu-minggu raga Windi terbaring di rumahnya. Ayah dan Ibunya tak kuasa menahan tangis mereka karena keadaan putri semata wayang mereka. Setiap hari mereka berharap atas kembalinya sosok Windi yang mereka sayangi. Namun sudah belasan hari mereka masih tetap melihat Windi tersayangnya terbaring di tempat tidur. Secara medis Windi dinyatakan KOMA.
Sepeninggal persami itu, kejadian aneh mulai muncul di Sekolah itu. Mulai dari suara tangisan di dapur sekolah, sosok yang menyerupai guru di sekolah, dan kesurupan terjadi dimana-mana. Membuat pihak sekolah kewalahan.

Tepat di hari ke 27, terlihat tanda-tanda kehidupan dari Windi. Ia mulai menggerakkan jari-jarinya, membuka matanya perlahan, dan Sadar. Ayah dan Ibunya sangat senang melihat hal tersebut. “Syukurlah nak, kamu kembali”, ucap ibu Windi sambil menangis dan memeluk Windi erat. “uuh..”, lenguh Windi menyingkir. “kk-k-kalian siapa?”, ucap Windi mengagetkan kedua orangtuanya. “Windi ini ayah dan ibu, Windi..”, jawab ayah Windi sembari terisak sedih. Kini Windi telah sadar, namun pikirannya kosong.tak mengingat apapun yang selama ini ia alami. Pikirannya tlah pergi bersama sosok hantu sekolah itu. Sejak saat itu, suasana sekolah kembali seperti biasa. Dengan gelak tawa para siswa. Tak ada lagi hal-hal berbau astral yang dipermasalahkan. Semuanya kembali normal, dengan sesekali penampakan sosok berambut kusut nan panjang itu.


SELESAI
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar