Minggu, 14 Oktober 2012

Putri Ndeso


TUGAS BAHASA INDONESIA
Menulis Teks Drama 

Nama                       : Alivia Suryaningrum      (05/VIII F)
                                  Hilma Ahda Sabela         (13/VIII F)
                                  Pratiwi Aura Reviani      (20/VIII F)
                                  Rizki Pramudya Sari       (22/VIII F)
Kelas                     : 8F
Kelompok             : 8 (Delapan)

Naskah Drama   :
Putri Ndeso

                Di suatu Desa ujung Pulau, tinggalah seorang gadis cilik yang bernama Putri. Dia tinggal bersama Simbok Inem yaitu ibu kandung Putri. Sedangkan Ayah Putri sudah lama meninggal  sebelum Putri lahir. Mereka adalah keluarga yang kurang mampu.
 Di suatu sore  yang cerah, Putri duduk bersama sahabatnya, yang bernama Bagus. Mereka duduk di pinggir pantai sambil menunggu matahari tenggelam. Seketika datanglah segerombolan anak yang menghampiri Putri.

Tantri               : “Ngapain kamu di sini! Ini kan tempat kita! (Membentak Putri)
Putri                 : (Ragu-ragu)” Memangnya kenapa?”
Vela                 : “Kamu itu tidak pantas duduk di sini!” (Nada tinggi)
Teman-teman   : ”Iya benar kata Vela dan Tantri! Kamu hanya lah gadis ndeso!”
        Tantri           
Tantri               : ”Karena dia Ndeso, kita panggil saja dia si Putri Ndeso.” (Tertawa dengan teman-temannya)
Bagus               : (Menghampiri segerombolan anak itu) “Memangnya kenapa? Ini kan bukan      sepenuhnya milik kamu. Dan kenapa kamu memanggil Putri dengan nama si Putri Ndeso? Kamu kan juga dari desa, berarti kan kamu juga orang Desa.”
Tantri               : “Tapikan aku tidak secupu Putri yang selalu ketinggalan jaman. Dan lagipula aku anak orang ternama di Desa ini. Jangan samakan aku dengannya. (Menunjuk ke Putri) Dan yang jelas  dia sangat berbeda denganku . Bagaikan Bumi dan Langit!”
Bagus               : “Dan juga sifatmu dengan Putri bagaikan bumi dan lagit kan?”
Putri                 : “Sudahlah Bagus, mereka jangan diladenin. Mending kita pindah ke tempat lain aja.
Bagus               : “Iya mending kita pergi, dari pada mendengar ocehan mereka.” (sambil menggandeng Putri dan meninggalkan Tantri dan kawan-kawannya)

Saat berada di depan rumah Putri, Putri termenung. Bagus bingung melihat tingkah putri.

Bagus               : “Putri, kamu baik-baik saja kan? Apa kamu kepikiran dengan ucapan Tantri?”
Putri                 : “Mmm, aku tidak papa. Aku baik-baik saja. Aku pulang dulu ya, mendingan kamu pulang juga.”
Bagus               : “Ya sudah, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok.” (sambil melambaikan tangan dan pergi)   
Putri                 : (Melambaikan tangannya dan masuk ke rumah)
               
                Saat di dalam kamar, Putri termenung lagi. Ia memikirkan ucapan Tantri, si anak kaya tetapi sombong. Ia memikirkan kata-kata Tantri yang dilontarkan kepada Putri, bahwa dirinya Putri Ndeso. Tiba-tiba Mbok Inem (ibu Putri) masuk ke kamarnya dan menghampiri Putri.

Ibu Putri           : “Kamu kenapa nduk? Kamu baik-baik saja?”
Putri                 : “Ini bu, Putri kepikiran sama kata-kata Tantri dan teman-temannya. Mereka mengatai saya Putri Ndeso. Apa karena aku miskin, kemudian aku diledek seperti itu?” (mengeluarkan air mata)
Ibu Putri           : “Sudah, kamu yang sabar saja ya nduk, pasti semua ada hikmahnya.” (membelai rambut Putri)
Putri                 : “Ya bu.”
Ibu Putri           : “Ya sudah, Ibu ke dapur dulu ya. Setelah itu kita makan bersama.”
                               
                Esok hari di Sekolah. Saat Putri memasuki kelas, ia terkejut karena mendapati meja belajarnya berantakan. Ia juga melihat tulisan “PUTRI NDESO” berada di atas mejanya. Ia meneteskan air mata sambil membersihkan mejanya dan mengahpus tulisan.

Tantri              : (Menghampiri putri sambil tertawa) “Hai Putri Ndeso, kamu kenapa? Kok nangis?”
                Putri hanya bisa menenangkan diri.
Putri                : “Memangnya kenapa kalau aku Putri Ndeso? Aku tau kalau aku orang tidak mampu, tapi kalian tidak berhak memperlakukan aku seperti ini.” (Berkata halus dan tersenyum).             Tantri pun pergi tanpa menghiraukan putri kemudian di ikuti oleh teman-temannya. Putri hanya bisa pasrah.

                 Saat pulang sekolah, Putri tidak langsung pulang. Tetapi, ia pergi ke pantai untuk menenangkan diri sejenak. Sesampainya di pantai, ia duduk sambil melihat langit yang cerah.

Putri                : ”Ya Tuhan, apakah aku akan hidup seperti ini selamanya? Semoga Engkau akan melakukan yang terbaik untukku.”

                Ternyata dibalik semak-semak ada seseorang yang mengikutinya. Putri yang menyadarinya, segera berdiri dan pulang ke rumah.

Putri                : “Siapa ya dia? Ku rasa, tidak ada yang membenciku kecuali Tantri dan teman-temannya. Apakah dia Tantri? Atau mungkin temannya? Tapi kenapa Tantri dan temannya berada disini? Tidak mungkin, itu pasti bukan mereka.”

Sore. Saat sampai dirumah, Putri bertemu dengan Bagus di depan rumahnya.

Bagus              : “Putri, kemana saja kamu? Aku menunggumu sepulang sekolah tadi.”
Putri                : “Mm, aku ke pantai dulu sebentar. Ada perlu apa kamu ke sini?”
Bagus              : “Aku hanya ingin bertanya, apa benar kamu diganggu Tantri dan teman-temannya lagi?”
Putri                : (Terkejut) “Kamu tau dari mana?”
Bagus              : “Itu tidak penting. Tetapi, apakah kamu baik-baik saja?”
Putri                : “Ya, aku baik-baik saja. Tetapi, saat aku berada di pantai, sepertinya ada yang mengikutiku dari belakang.”
Bagus              : “Apakah kamu tahu orangnya?”
Putri                : “Tidak, aku sangat khawatir, lalu aku langsung berlari dan pulang.”
Bagus              : “Akan ku cari tahu siapa orangnya besok. Sekarang aku pulang dulu karena hari akan petang.”

Esok hari, di sekolah.

Tantri               : “Putri, bisakah kita bicara sebentar?” (Mulai khawatir karena takut jika dilihat teman-temannya)
Putri                : “Apa yang akan kita bicarakan? Kamu akan mengejekku lagi?” (Terkejut, tiba-tiba dengan berkata halus)
Tantri              : “Tidak, aku hanya ingin meminta maaf kepadamu, karena aku telah mengejekmu dengan kata Putri Ndeso. Apakah kamu mau memaafkan ku?”
Putri                : “Apa aku tidah salah dengar? Kenapa kamu meminta maaf kepadaku?” (Nada halus)
Tantri              : “Aku terus memikirkan perkataanmu kemarin. Dan akulah yang mengikutimu saat kamu di pantai kemarin. Maafkan aku, karena aku mendengar keluh kesahmu. Apakah kamu mau memaafkan aku? Aku telah banyak salah kepadamu.” (hampir menangis)
Putri                : “Sudahlah, aku sudah memaafkanmu. Tetapi, kamu harus berbanji tidak akan membeda-bedakan orang karena statusnya dan orang tuanya. ”
Tantri               : “Tapi, bagaimana dengan temanku?. Pasti mereka akan mengejekku karena dulu aku sangat jahat kepadamu, tetapi sekarang aku menjadi temanmu.”
Putri                 : “Turuti saja kata hatimu.”
                                Tiba-tiba teman-teman Tantri datang.
Vela                 : “Tantri, kemana saja kamu kemarin? Bukankah kita ada janji untuk pergi ke rumah Yogi? Kenapa kamu menghilang begitu saja?” (Medikit membentak)
Putri                 : “Kemarin, Tantri datang ke pantai bersamaku. Mungkin ia lupa dengan janji itu. Iya kan Tantri?”
Vela                 : “Putri Ndeso, ngapain kamu disini?” (Membentak Putri)
Tantri               : “Sudahlah, mending kita baikkan saja dengan Putri. Tidak ada gunanya terus seperti ini. Lagian kita juga tidak rugi dan tidak untung.” (Dengan nada halus)
Vela                 : “Huh, memang, ini semua tidak ada gunanya. Maafkan kita ya Putri, kita tidak akan mengejekmu lagi. Maafkan kami.” (Mendesah, dan merenung)
Putri                 : “Dari dulu, aku sudah memaafkan kalian. Apakah kita sekarang berteman?” (sambil mengacungkan jari kelingking kepada mereka)
Tantri dan         : “Ya. Dengan senang hati.”
Teman-temannya

                Akhirnya, mereka tidak bermusuhan seperti dulu lagi. Mereka akhirnya tahu bahwa tidak baik memandang status atau pangkat orang tua. Dan mereka menyadari bahwa bermusuhan juga tidak ada gunanya.
TAMAT...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar